Total Tayangan Halaman

Sabtu, 19 November 2011

Peran Bioteknologi Molekuler Pembangunan Perikanan Budidaya Udang di Indonesia










Di bidang perikanan dan kelautan, peristiwa hadirnya bakteri Vibrio sp., yang diduga sebagai salah satu jenis bakteri yang bertanggung jawab dalam peristiwa hancurnya budidaya udang. Vibrio sp., diidentifikasi dengan berbagai jenis, mulai dari yang bercahaya namun tidak patogen, yang bercahaya dan patogen, yang tidak bercahaya tetapi patogen dan lainnya. Karakteristik ini menimbulkan pertanyaan bagi kemungkinan organisme ini mengalami suatu proses transformasi genetik, sehingga menimbulkan variasi yang sangat tinggi, mengingat media air merupakan media yang sangat baik dalam penyebaran jenis bakteri ini. Kompleksitas penyebab hancurnya budidaya udang ini bukan hanya karena hadirnya bakteri-bakteri patogen dan virus yang dipacu karena menurunnya kualitas air sebagai akibat dari kelimpahan bahan organik yang masuk dalam sistem budidaya intensif di tambak, tetapi lebih jauh yang perlu dievaluasi adalah mutu genetik dari udang yang digunakan sebagai induk untuk menghasilkan benih yang tidak terseleksi secara baik.




Untuk menjawab hal tersebut, pendekatan bioteknologi molekuler melalui kajian kajian biodiversitas genetik dengan menggunakan metode-metode bio-molekuler seperti teknologi isozime, teknologi sidik jari DNA untuk pemetaan gen seperti Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) (Goodier and Davidson, 1993), Random Amplified Polymorfic DNA (RAPD) (Sukoso dkk, 2001) yang melibatkan teknologi dan kloning akan mampu memetakan kualitas keragaman genetik suatu organisme sehingga mampu dijadikan sebagai landasan breeding untuk menghasilkan benih yang unggul.







Melalui peta keragaman genetik tersebut maka breeding yang dijalankan akan dapat dilakukan secara rasional berdasarkan peta genom suatu individu sehingga tidak hanya memanfaatkan sumber induk dari satu lokasi saja, tetapi dapat disilangkan dari kantong induk lainnya berdasarkan informasi tingkat keragaman genetik yang dimiliki oleh induk di wilayah tersebut. Melalui kegiatan yang terencana semacam ini, maka tidak menutup kemungkinan suatu daerah akan mampu memproduksi benih-benih unggul sebagai sumber pendapatan yang kontinyu. Selain dari aspek tersebut kemungkinan upaya restocking terhadap sumberdaya hayati yang perlu diperbaiki dapat dilakukan dengan cepat. Penyediaan benih memang merupakan tulang punggung bagi pengembangan industri mariculture.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar